Kisah Ujian Seorang Muslimah Rusia
![]() |
Awal mulanya… Ia seorang gadis Rusia,
berasal dari keluarga yang taat beragama, akan tetapi ia seorang
penganut kristen ortodox yang sangat fanatik dengan kristennya. Salah
seorang laki-laki yang berdagang di Rusia menawarinya untuk pergi bersama
dengan sekelompok gadis-gadis ke negara teluk untuk membeli alat-alat
elektronik yang kemudian akan dijual di Rusia. Demikianlah awal kesepakatan
antara pedagang dengan gadis-gadis tersebut.
Ketika mereka telah sampai di sana,
laki-laki itu mulai menampakkan taringnya dan mengungkapkan niat jahatnya. Ia
menawarkan kepada gadis-gadis tersebut profesi tercela. Ia mulai merayu mereka
dengan harta yang melimpah dan hubungan yang luas, sampai sebagian besar
gadis-gadis itu terpedaya dan akhirnya menerima idenya, kecuali wanita yang
satu ini. Ia sangat fanatik dengan agama kristennya sehingga ia menolak.
Laki-laki itu menertawakannya seraya berkata, “Engkau di negeri ini tersia-sia,
engkau tidak memiliki apapun selain pakaian yang engkau pakai … dan aku tidak
akan memberikan apapun kepadamu”. Ia mulai menekannya, ia tempatkan wanita itu
di sebuah flat (kamar) bersama gadis-gadis yang lain dan ia sembunyikan
paspor-paspor mereka. Gadis-gadis yang lain tidak mampu mempertahankan
prinsipnya, mereka pun larut bersama arus … sementara ia tetap teguh menjaga
kesuciannya. Setiap hari ia selalu mendesak laki-laki itu untuk menyerahkan
paspornya atau memulangkan dirinya ke negeri asalnya. Tetapi laki-laki itu
menolak.
Pada suatu hari ia berusaha untuk
mencari paspor itu di flat. Setelah susah payah mencarinya akhirnya ia
menemukannya. Langsung saja ia ambil paspor tersebut dan segera kabur dari flat
itu. Ia keluar menuju ke jalan raya, sementara ia tidak punya apa-apa selain
pakaian yang dikenakannya. Ia kebingungan, ia orang asing yang tidak tahu
kemana harus pergi, tak ada keluarga, tak ada hubungan, tak ada harta, tak ada
makanan dan tak ada juga tempat tinggal. Wanita yang lemah itu benar-benar
kebingungan, menoleh ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba ia melihat seorang pemuda
yang sedang berjalan bersama tiga orang wanita, ia merasa tentram dengan
penampilannya lalu ia menghampirinya dan mulai berbicara dengan bahasa Rusia.
Pemuda itu minta maaf karena ia tidak paham bahasa Rusia. Wanita itu berkata,
“Apakah kalian bisa berbicara bahasa Inggris”. Mereka menjawab, “Ya, bisa.”
Wanita itu menangis karena gembira, lalu berkata, “Aku seorang wanita dari
Rusia, kisahku begini (ia menuturkan kisahnya), aku tidak punya harta dan
tempat tinggal, aku ingin pulang ke negeriku, yang aku inginkan dari kalian
hanyalah sekedar mau menampungku dua atau tiga hari agar aku dapat mengatur
urusanku bersama keluargaku dan saudara-saudaraku di negeriku.”
Pemuda yang bernama Khalid itu
merenungkan kata-katanya, ia berfikir boleh jadi wanita ini menipu! Sementara
wanita itu melihat kepadanya dan menangis. Lalu Khalid bermusyawarah dengan ibu
dan kedua saudara perempuannya. Pada akhirnya mereka sepakat membawa wanita itu
ke rumah. Ia mulai menghubungi keluarganya di Rusia, akan tetapi tidak ada yang
menjawab. Jaringan telepon terputus di negeri itu! Padahal ia sudah
mengulang-ngulang menelpon setiap jam. Keluarga itu tahu bahwa wanita itu
seorang Kristen. Mereka berusaha untuk berlemah lembut dan santun kepadanya. Wanita
itu mencintai mereka dan mereka mengajaknya untuk memeluk Islam. Akan tetapi ia
menolak dan tidak ingin berpindah agama, bahkan tidak bersedia sekedar untuk
diskusi tentang masalah agama sama sekali, karena ia dari keluarga ortodox yang
sangat fanatik dan sangat membenci Islam
serta kaum muslimin!
Khalid pergi ke Pusat Islam dan Dakwah
(Islamic Center) lalu membawakan untuknya beberapa buku tentang Islam
dalam bahasa Rusia. Wanita itu membacanya dengan seksama. Setelah membaca
buku-buku tersebut ia mulai bisa memahami tentang Islam. Pada akhirnya ia
terkesan dan kagum dengan agama yang baru ia kenal ini. Hari-hari terus berlalu
sementara mereka terus berusaha untuk meyakinkannya hingga akhirnya dia masuk
Islam. Semakin hari keislamannya semakin baik. Ia mulai menaruh perhatian
terhadap ajaran-ajaran dien dan semangat untuk bergaul dengan
wanita-wanita yang shalihah. Setelah memeluk Islam ia takut untuk kembali ke
negerinya karena khawatir kembali ke agama Kristen.
Pernikahan… Karena ia telah menjadi seorang
wanita yang muslimah maka akhirnya Khalid pun menikahinya. Ternyata ia lebih
teguh dalam memegang dien daripada kebanyakan wanita-wanita muslimah
lainnya.
Pada suatu hari ia pergi bersama
suaminya ke pasar, di sana ia melihat seorang wanita bercadar. Ini adalah untuk
pertama kalinya ia melihat seorang wanita berjilbab yang menutupi wajahnya
(bercadar). Seorang wanita berjilbab dengan sempurna, ia merasa heran dengan
bentuk pakaian tersebut!!
Ia berkata kepada suaminya , “Khalid,
kenapa wanita itu berpakaian seperti itu? Mungkin wanita itu tertimpa penyakit
yang membuat rusak wajahnya sehingga ia menutupinya?”
Khalid menjawab, “Tidak, wanita itu
berhijab dengan hijab yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
hamba-hamba-Nya dan yang diperintahkan oleh Rasul-Nya.”
Ia terdiam sebentar kemudian berkata,
“Ya, benar, ini adalah hijab yang islami, yang dikehendaki oleh Allah untuk
kita.”
Khalid berkata, “Dari mana engkau tahu?”
Ia menjawab, “Aku sekarang merasakan,
jika aku masuk ke pertokoan, mata-mata para pemilik toko itu tidak lepas dari
wajahku! Seakan-akan mereka mau menelan wajahku sepotong-sepotong!! Kalau
begitu wajahku ini harus ditutup, tidak boleh ada yang melihatnya selain
suamiku saja, kalau begitu aku tidak akan keluar dari pasar ini kecuali dengan
hijab seperti itu. Di mana kita bisa membelinya?”.
Khalid berkata, “Tetaplah terus dengan
hijabmu ini, seperti ibu dan saudara-saudara perempuanku.”
Ia menjawab, “Tidak, aku ingin hijab
seperti yang diinginkan Allah.”
Hari-hari terus berlalu atas wanita ini
sementara tidak ada yang bertambah kecuali keimanannya. Orang-orang yang ada di
sekelilingnya menyukainya, hati dan perasaan Khalid pun terkuasai olehnya. Pada
suatu hari ia melihat paspornya, ternyata hampir habis masa berlakunya dan
harus segera diperpanjang. Yang paling sulit adalah paspor itu harus
diperpanjang di kota tempat dulu ia tinggal. Jadi mesti pergi ke Rusia. Jika
tidak, maka ia akan dianggap pendatang gelap.
Khalid memutuskan untuk pergi
bersamanya, karena wanita itu tidak mau bepergian tanpa disertai mahram. Mereka
berdua naik pesawat jawatan penerbangan Rusia (Russian Air Lines)
sementara wanita itu tetap dengan hijabnya yang sempurna!! Ia duduk di samping
suaminya dengan mantap dan penuh kewibawaan.
Khalid berkata kepadanya, “Aku khawatir
kita menemui kesulitan-kesulitan karena hijabmu ini.”
Ia menjawab, “Subhanallah! engkau ingin
agar aku mentaati orang-orang kafir tersebut dan mendurhakai Allah? Tidak, demi
Allah, terserah mereka mau berkata apa.”
Orang-orang mulai memandanginya. Dan
para pramugari mulai membagi-bagikan makanan dan khamr (bir) kepada para
penumpang. Tak lama kemudian khamr mulai beraksi di kepala mereka, kata-kata
kasar mulai bermunculan dari orang-orang di sekelilingnya yang diarahkan
kepadanya. Ada yang membuat lelucon (humor), ada yang tertawa, ada juga yang
mengolok-olok. Mereka berdiri di samping wanita itu dan mengomentari dirinya.
Sementara Khalid melihat ke arah mereka tanpa memahami ucapan mereka
sedikitpun. Adapun wanita itu tersenyum dan tertawa serta menerjemahkan omongan
mereka kepadanya.
Sang suami marah, tetapi wanita itu
berkata, “Jangan, jangan engkau bersedih, jangan merasa sempit dada, ini
perkara kecil dibandingkan ujian dan cobaan iman yang dialami oleh para sahabat
Nabi, baik yang laki-laki maupun perempuan.”
Wanita itu bersabar, demikian juga sang
suami, hingga pesawat itu mendarat.
Di Rusia…
Khalid berkata, “Ketika kami turun di
bandara, aku menyangka bahwa kami akan pergi ke rumah keluarganya dan tinggal
di sana, setelah itu akan menyelesaikan pengurusan perpanjangan paspor kemudian
pulang. Akan tetapi pandangan istriku ternyata cukup jauh.”
Wanita itu berkata, “Keluargaku masih
menganut kristen ortodox semua, mereka fanatik dengan agamanya. Oleh karena itu
aku tidak ingin ke sana sekarang! Tetapi kita akan menyewa sebuah kamar di satu
tempat dan tinggal di sana lalu mengurus perpanjangan paspor. Nanti sebelum
pulang, kita berkunjung ke rumah keluargaku.” Khalid pun menyetujui usulan yang
bagus itu. Kami pun menyewa sebuah kamar dan bermalam di situ.
Keesokan harinya kami pergi ke kantor
bagian pengurusan paspor. Kami menemui petugas dan ia meminta agar kami
menyerahkan paspor yang lama berikut foto pemiliknya. Istriku menyerahkan
fotonya yang hitam putih, yang tak terlihat dari tubuhnya kecuali bagian
wajahnya saja.
Petugas itu berkata, “Foto ini
menyalahi aturan, kami minta foto yang berwarna, dan terlihat di situ wajah,
rambut dan leher dengan sempurna!!” Istriku menolak menyerahkan selain foto
itu. Kami pun pergi ke petugas kedua lalu petugas yang lainnya lagi, akan
tetapi mereka semua minta foto yang tidak berjilbab, sementara istriku berkata,
“Tidak mungkin aku berikan kepada mereka foto yang tabarruj (terbuka auratnya)
selama-lamanya.” Para petugas itu pun menolak melayani permintaan kami.
Kemudian kami menuju ke pimpinan utama mereka yang perempuan. Istriku berusaha
semampunya meyakinkan pimpinan itu agar mau menerima foto tersebut. Akan tetapi
ditolak. Istriku mulai mendesak seraya berkata, “Apakah tidak engkau lihat
rupaku yang sebenarnya lalu engkau bandingkan dengan yang ada di foto itu? Yang
penting wajah terlihat, adapun rambut bisa saja berubah. Bukankah foto ini
sudah cukup?!”
Pimpinan itu tetap bersikeras bahwa
aturan tidak membolehkan foto seperti itu. Maka istriku berkata, “Saya tidak
akan menyerahkan selain foto-foto ini, lalu apa jalan keluarnya?”
Sang pimpinan berkata, “Tidak ada yang
bisa menyelesaikan masalah ini kecuali direktur utama di kantor pusat
pengurusan paspor yang berada di Moskow.” Maka kami pun keluar dari kantor
tersebut. Ia menoleh kepadaku seraya berkata, “Wahai Khalid, kita akan pergi ke
Moskow.”
Ketika itu aku berkata kepadanya,
“Sudahlah, serahkan saja foto yang mereka inginkan itu, bukankah Allah tidak
akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya? Maka bertakwalah
kepada Allah semampumu. Dan ini sesuatu yang darurat, sementara paspor itu
tidak akan dilihat kecuali oleh segelintir orang, itupun untuk sesuatu yang
darurat, kemudian setelah itu engkau sembunyikan di rumahmu sampai habis masa
berlakunya. Lepaskan dirimu dari kesulitan-kesulitan ini, kita tidak perlu
pergi ke Moskow.”
Ia menjawab, “Tidak, tidak mungkin aku
tampil dengan bentuk yang tabarruj (membuka aurat) setelah aku mengenal agama
Allah ini.”
Di Moskow…
Ia mendesakku, akhirnya kami pun pergi
ke Moskow, lalu kami menyewa sebuah kamar dan tinggal di situ. Keesokan harinya
kami pergi ke kantor pusat pengurusan paspor. Kami menemui petugas pertama,
kedua dan ketiga.
Pada akhirnya kami terpaksa menghadap
direktur utama. Kami menemuinya, ternyata ia termasuk orang yang paling buruk
akhlaknya! Ketika ia melihat paspor, ia membolak-balik foto-foto kemudian
mengarahkan pandangannya ke arah istriku, seraya berkata, “Siapa yang bisa
membuktikan kepadaku bahwa engkau adalah pemilik foto-foto ini?” Ia ingin agar
istriku membuka wajahnya agar dapat melihatnya. Istriku berkata kepadanya, “Katakan
saja kepada salah seorang pegawai wanita yang ada di sini atau sekretaris
wanita untuk menemuiku lalu aku bersedia membuka wajahku untuknya, sehingga ia
dapat mencocokkan foto-foto itu. Adapun engkau maka tidak akan bisa
mencocokkannya, aku tidak akan membuka wajahku untukmu.” Orang itu marah lalu
mengambil paspor lama dan foto-fotonya berikut berkas-berkas lainnya kemudian dijadikan
satu dan dilemparkan ke laci meja pribadinya. Ia berkata kepada istriku,
“Engkau tidak akan bisa memperoleh paspor yang lama ataupun yang baru kecuali
jika engkau serahkan kepadaku foto-foto yang benar-benar cocok dan kami bisa
mencocokkannya denganmu.” Istriku mulai berbicara kepadanya dan berusaha untuk
meyakinkannya. Kedua orang itu berbicara dengan bahasa Rusia, sementara aku
memandangi keduanya tanpa faham sedikitpun pembicaraan mereka. Aku marah …
tetapi aku tak dapat berbuat apa-apa, sementara orang itu mengulang-ngulang,
“Engkau harus mendatangkan foto-foto yang sesuai dengan syarat-syarat kami.”
Istriku tetap berusaha untuk meyakinkannya… tetapi tidak ada hasilnya! Akhirnya
ia diam dan berdiri, aku menoleh kepadanya dan mengulangi perkataanku
sebelumnya, “Wahai istriku yang terhormat, Allah tidak akan memberikan beban
kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, dan kita dalam keadaan
darurat, sampai kapan kita berkeliling di kantor-kantor pengurusan paspor?” Dia
menjawab, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia adakan baginya
jalan keluar dan Dia karuniakan kepadanya rizki dari arah yang tidak
diduga-duga.” Perdebatan antara aku dengannya semakin sengit, direktur
pengurusan paspor itupun marah dan kami diusir dari kantornya. Kami keluar
sambil menyeret langkah-langkah kami, perasaanku antara kasihan dan marah
kepada istriku. Kami pun pergi untuk saling mempelajari perkara ini di kamar
kami.
Aku berusaha untuk meyakinkannya, akan
tetapi ia tetap bersungguh-sungguh meyakinkanku, sampai larut malam. Kami pun
shalat Isya’. Fikiranku tetap risau dengan musibah ini, kemudian kami makan
malam seadanya lalu aku letakkan kepalaku untuk tidur. Bagaimana engkau bisa
tidur… Ketika ia melihatku seperti itu, wajahnya berubah lalu menoleh kepadaku
seraya berkata, “Khalid, engkau akan tidur?!” Aku menjawab, “Ya, apakah engkau
tidak merasa capek?!” Ia berkata, “Subhanallah, dalam kondisi yang sulit ini
engkau bisa tidur?! Kita sedang melewati saat-saat yang kita harus lari kepada
Allah, bangun dan mohonlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, karena ini
adalah waktu untuk memohon.” Aku pun bangun dan shalat sesuai dengan yang Allah
kehendaki untukku, kemudian aku tidur, adapun dia tetap berdiri untuk shalat
dan shalat, setiap kali aku terbangun dan melihatnya, aku dapati dia masih
dalam keadaan ruku’ atau sujud atau berdiri atau berdoa atau menangis, sampai
terbit fajar. Kemudian ia membangunkanku seraya berkata, “Telah masuk waktu
fajar, mari kita shalat berjam’ah.” Aku pun bangun, berwudhu’ dan shalat
berjama’ah, kemudian ia tidur sejenak.
Setelah matahari terbit ia terbangun
seraya berkata, “Mari kita pergi ke kantor pengurusan paspor!!” Aku berkata,
“Kita akan pergi ke kantor pengurusan paspor lagi?! Dengan argumen apa?! Mana
foto-fotonya, kita masih belum memiliki foto-foto itu!!” Ia berkata, “Marilah
kita pergi dan berusaha, jangan putus asa dari rahmat Allah.” Kami pun pergi.
Demi Allah, ketika kaki-kaki kami menginjak lantai ruang pertama kantor
pengurusan paspor tersebut dan mereka melihat istriku -yang sudah mereka
ketahui sebelumnya- dengan hijabnya itu, tiba-tiba salah seorang petugas
memanggil, ”Engkau Fulanah?” Istriku menjawab, “Ya, benar!” Petugas itu
berkata, “Ambillah paspormu.” Dan ternyata paspor itu telah beres, lengkap dengan
foto-fotonya yang berjilbab. Aku merasa gembira, lalu ia menoleh kepadaku
seraya berkata, “Bukankah telah aku katakan kepadamu, barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia adakan baginya jalan keluar.” Tatkala kami ingin
keluar, petugas itu berkata, “Kalian harus kembali ke kota yang kalian datangi
pertama kali agar paspor Anda distempel di sana.” Kami pun kembali ke kota yang
pertama dan aku berkata dalam hatiku, ini adalah kesempatan untuk mengunjungi
keluarganya sebelum kami meninggalkan Rusia.
Akhirnya kami sampai di kota
keluarganya. Kami menyewa sebuah kamar kemudian kami menstempel paspor
tersebut. Perjalanan yang penuh siksaan…
Kami pergi mengunjungi keluarganya.
Ternyata rumah itu tampak kuno dan sederhana. Nampak jelas ada tanda-tanda
kemiskinan di sana. Kami mengetuk pintu rumah tersebut dan yang membukakan
pintu adalah kakak laki-lakinya yang tertua, ia seorang pemuda yang kekar
otot-ototnya. Istriku gembira dapat bertemu dengan kakaknya, ia membuka
wajahnya dan tersenyum serta mengucapkan selamat berjumpa! Adapun sang kakak
-ketika pertama kali melihat adiknya- wajahnya terlihat gembira dengan
kepulangannya yang selamat tapi bercampur heran karena pakaiannya yang hitam
dan menutup semuanya itu. Istriku masuk sambil tersenyum dan memeluk
saudaranya. Aku pun ikut masuk di belakangnya dan duduk di ruang tamu, aku
duduk seorang diri. Adapun dia, terus masuk ke dalam rumah. Aku mendengar
mereka berbicara dengan bahasa Rusia. Aku tidak faham sama-sekali, tetapi aku
perhatikan nada suara mereka semakin meninggi dan keras!! Logatnya pun
berubah!! Teriakan mulai meninggi!!… Tiba-tiba mereka semua meneriaki istriku,
sementara ia membela diri dan menyanggah perkataan mereka. Aku merasa ada hal
yang tidak baik dalam urusan ini, tetapi aku tidak bisa memastikannya karena
aku tidak faham sedikitpun dari pembicaraan mereka. Tiba-tiba suara mereka
semakin mendekat ke ruangan tamu –dimana aku berada di situ- kemudian keluarlah
tiga orang pemuda dipimpin oleh seorang yang agak tua menemuiku.
Pada mulanya aku menduga bahwa mereka akan
menyambut kedatangan suami dari anak mereka! Ternyata mereka menyerangku
seperti binatang buas. Tiba-tiba sambutan berubah menjadi pukulan-pukulan dan
tamparan-tamparan!! Aku berusaha untuk membela diri dari serangan mereka, aku
berteriak dan minta tolong, hingga habis kekuatanku. Aku merasa di rumah inilah
akhir hidupku. Mereka semakin menghujaniku dengan pukulan-pukulan. Sementara
itu aku berusaha menoleh ke sekitarku, aku berusaha mengingat-ingat dari pintu
mana aku tadi masuk supaya aku bisa keluar. Ketika aku melihat pintu, aku
segera bangkit membuka pintu dan kabur. Sementara mereka mengejar di
belakangku. Aku masuk di tengah kerumunan orang hingga tersembunyi dari mereka.
Kemudian aku menuju ke kamarku yang kebetulan tidak jauh dari rumah itu. Aku
berdiri membersihkan darah dari wajah dan mulutku. Aku melihat diriku, ternyata
pukulan dan tamparan-tamparan itu meninggalkan bekas pada kening, pipi dan
hidungku. Darah mengalir dari mulutku, pakaianku robek. Aku memuji Allah yang
telah menyelamatkanku dari binatang-binatang buas tersebut.
Tetapi aku berkata dalam hati, “Aku
telah selamat, tetapi bagaimana dengan istriku?!” Wajahnya terbayang-bayang di
hadapanku, apakah ia juga menerima pukulan dan tamparan sepertiku? Laki-laki
saja hampir-hampir tak sanggup menghadapinya… sementara ia adalah seorang
wanita, apakah ia mampu menanggungnya?! Aku khawatir wanita yang lemah itu
roboh… Inikah saatnya perpisahan…?? Setan mulai bekerja dan membisikkan
kepadaku, “Ia akan murtad dari agamanya dan kembali menjadi Kristen, lalu
engkau akan kembali ke negerimu seorang diri.”
Aku jadi bingung, apa yang harus aku
perbuat? Di negeri ini, kemana aku harus pergi, apa yang mesti aku lakukan?
Nyawa di negeri ini murah, engkau bisa menyewa seseorang untuk membunuh orang
lain hanya dengan sepuluh dollar!! Uuuh … bagaimana kalau keluarga istriku
menyiksanya lalu ia menunjukkan kepada mereka tempatku, kemudian mereka
mengutus seseorang untuk membunuhku di kegelapan malam…? Aku kunci kamar, aku
tetap merasa takut dan cemas sampai pagi. Kemudian aku berganti pakaian lalu
pergi untuk mencari-cari informasi, aku lihat rumah mereka dari kejauhan, aku
mengawasinya dan mengikuti apa yang terjadi di situ. Akan tetapi pintunya
tertutup. Aku terus menunggu. Tiba-tiba pintu terbuka dan keluarlah tiga orang
pemuda dan seorang tua. Ketiga pemuda itulah yang menyiksaku. Dari
penampilannya nampaknya mereka akan pergi ke tempat kerja. Pintu pun tertutup
dan terkunci kembali. Aku tetap mengawasi dan mengintai. Aku berharap dapat
melihat wajah istriku, akan tetapi tak berhasil. Aku terus mengawasinya sampai
berjam-jam. Kemudian para laki-laki yang pergi itu kembali dari pekerjaan
mereka dan memasuki rumah mereka. Aku merasa lelah, lalu kembali ke kamarku.
Pada hari kedua, aku pergi mengawasi
kembali. Akan tetapi aku tidak melihat istriku. Pada hari ketiga pun sama. Aku
sudah putus asa akan kehidupannya, aku menduga ia sudah mati karena kerasnya
siksaan atau dibunuh! Akan tetapi seandainya ia telah mati tentu paling tidak
akan terlihat kesibukan di rumah itu, akan ada yang datang untuk berta’ziah
(melayat) atau menjenguk. Akan tetapi ketika aku tidak melihat sesuatu yang
aneh. Akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa ia masih hidup dan kesempatan
bertemu kembali masih ada.
Pertemuan… Pada hari yang keempat, aku
tidak sabar untuk duduk di kamarku, lalu aku pergi untuk mengawasi rumah mereka
dari kejauhan. Ketika para pemuda itu pergi bersama ayah mereka ke tempat
kerjanya seperti biasa, sementara aku tetap mengawasi dan berharap, tiba-tiba
pintu terbuka… dan ternyata wajah istriku terlihat dari balik pintu. Ia menoleh
ke kanan dan ke kiri, aku melihat ke wajahnya, ternyata penuh dengan
lingkaran-lingkaran merah dan bekas-bekas pukulan yang membiru, karena
banyaknya pukulan dan tamparan. Pakaiannya bersimbah darah. Aku merasa cemas
dan iba ketika melihat penampilannya. Aku segera menghampirinya. Aku melihatnya
semakin jelas, ternyata darah mengalir dari luka-luka di wajahnya. Kedua tangan
dan kakinya pun mengalirkan darah. Pakaiannya robek-robek, tidak tersisa
kecuali secarik kain sederhana yang menutupinya. Kedua kakinya terikat dengan
belenggu!! Kedua tangannya pun diikat ke belakang dengan rantai. Tatkala aku
melihatnya seperti itu aku menangis. Aku tidak dapat menguasai diriku, aku
panggil ia dari kejauhan…
Keteguhan… Istriku berkata kepadaku
sambil menahan air matanya dan merintih karena pedihnya siksaan, “Dengarkan
wahai Khalid, jangan engkau mencemaskan diriku, aku tetap teguh di atas
perjanjian. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, apa yang aku temui
sekarang ini tidak sebanding seujung rambut pun dengan apa yang ditemui oleh
para sahabat dan tabi’in, apalagi para Nabi dan Rasul. Dan aku mengharap agar
engkau tidak ikut campur dalam urusan antara aku dan keluargaku, dan pergilah
cepat-cepat sekarang juga serta tunggulah di kamar sampai aku datang, insya
Allah, akan tetapi perbanyaklah doa, qiyamullail dan shalat.” Aku pun pergi
dari sisinya sementara aku merasa sangat iba dan sedih atas dirinya, aku
tinggal di kamarku sehari penuh menunggunya, aku mengharapkan kedatangannya.
Hari berikutnya pun lewat. Hari ketiga
juga berlalu, sampai malam telah larut, tiba-tiba pintu kamarku diketuk! Aku
terkejut… siapakah gerangan yang di balik pintu?! Siapa yang mengetuk itu? Akan
merasa sangat takut, siapa yang datang pada tengah malam begini? Boleh jadi
keluarganya telah mengetahui tempatku, atau boleh jadi istriku telah mengaku
lalu keluarganya datang untuk membunuhku. Aku ditimpa ketakutan seperti mau
mati, tidak ada jarak antara aku dengan kematian kecuali seujung rambut. Aku
bertanya dengan mengulang-ulang, “Siapa yang mengetuk pintu itu?” Tiba-tiba
terdengar suara istriku berkata dengan penuh kelembutan, “Bukalah pintu, aku
Fulanah.” Kemudian aku nyalakan lampu kamar dan aku buka pintu. Ia masuk dalam
keadaan gemetar dan kondisi yang mengenaskan, sementara luka-luka disekujur
tubuhnya. Ia berkata, “Cepat kita pergi sekarang!” Aku berkata, “Sementara
keadaanmu seperti ini?!” Ia menjawab, “Ya, cepatlah.” Aku mulai membereskan pakaianku
sementara ia mengambil kopernya, ia mengganti pakaiannya dan mengeluarkan hijab
dan ‘aba’ah (mantel luar) nya lalu dipakainya. Kami segera mengambil semua
barang-barang kami lalu turun dan naik taksi. Wanita yang lemah itu
menghempaskan tubuhnya yang lapar dan penuh luka itu ke kursi mobil…
Ke Bandara …
Begitu aku naik taksi, aku langsung
berkata kepada sopir dengan bahasa Rusia, “Ke bandara pak!” Aku memang sudah
mengetahui beberapa kata dalam bahasa Rusia. Tetapi istriku berkata, “Tidak,
kita tidak akan pergi ke bandara, tetapi kita akan pergi ke suatu desa.” Aku
bertanya, “Kenapa? Bukankah kita akan kabur?!” Ia menjawab, “Benar, akan tetapi
jika keluargaku tahu akan kepergianku mereka pasti akan segera mencari kita di
bandara. Kita pergi saja ke suatu desa, jika kita telah sampai di desa tersebut
kita akan turun, lalu naik mobil lain ke desa yang lainnya, kemudian ke desa
lainnya, kemudian ke sebuah kota lain yang di situ ada bandara internasional.”
Ketika kami telah sampai di bandara internasional, kami segera memesan tiket
untuk pulang ke negeri kami, akan tetapi pemesanan terlambat, lalu kami menyewa
sebuah kamar dan tinggal di situ.
Tatkala kami sudah merasa tenang
tinggal di kamar, istriku melepas aba’ah (mantel luar) nya. Aku melihat
kepadanya, ya Allah … ternyata tidak ada satu tempat pun yang selamat dari
darah!! Kulitnya tercabik, darah-darah yang membeku, rambut yang
terpotong-potong dan bibir yang membiru … Kisah yang menakutkan… Aku bertanya
kepadanya, “Apa yang telah terjadi?.” Ia menjawab, “Ketika kita telah masuk ke
rumah, aku duduk bersama keluargaku, lalu mereka berkata kepadaku, ‘Pakaian apa
ini?!! Aku menjawab, ‘Ini adalah pakaian Islam.’ Mereka berkata, ‘Dan siapakah
laki-laki itu?!’ Aku menjawab, ‘Dia suamiku, aku telah masuk Islam dan menikah
dengan laki-laki tersebut.’ Mereka berkata, ‘Tidak mungkin ini terjadi!’”
Kemudian aku berkata, “Dengarkanlah dulu ceritaku.” Lalu aku ceritakan kepada
mereka kisah laki-laki Rusia yang ingin menarikku ke lembah prostitusi, lalu
bagaimana aku bisa lari darinya, kemudian pertemuanku denganmu. Mereka berkata,
“Seandainya engkau menempuh jalan prostitusi tentu lebih kami sukai daripada
engkau datang kepada kami sebagai muslimah.” Mereka juga berkata kepadaku,
“Sekali-kali engkau tidak akan bisa keluar dari rumah ini kecuali sebagai
wanita kristen orthodox atau mayat yang kaku!!” Sejak saat itu mereka menyiksa
dan memukuliku, kemudian mereka menuju kepadamu dan memukulimu, sementara aku
mendengar mereka memukulimu dan engkau berteriak minta tolong, sedangkan aku
saat itu dalam keadaan terikat. Dan ketika engkau lari, saudara-saudaraku
kembali kepadaku dan menumpahkan cacian serta cercaannya kepadaku. Kemudian
mereka pergi dan membeli rantai belenggu, lalu mereka mengikatku. Mereka mulai
mencambukku, aku merasakan cambukan yang meninggalkan bekas, mereka mencambukku
dengan cambuk-cambuk yang aneh dan asing!! Setiap hari pemukulan dimulai ba’da
‘ashar sampai tiba waktu tidur, adapun di pagi hari, ayah dan saudara-saudaraku
pergi ke tempat kerja, sedangkan ibuku di rumah. Nah, inilah waktu istirahatku
satu-satunya. Tidak ada di sampingku selain adik perempuan yang umurnya 15
tahun. Ia mendatangiku dan menertawakan keadaanku. Percayakah engkau bahwa
hingga tidur pun aku dalam keadaan pingsan? Mereka mencambukku sampai aku
pingsan dan tertidur. Mereka hanya menuntut dariku agar murtad dari Islam,
tetapi aku menolaknya dan berusaha keras untuk bersabar. Setelah itu adik
perempuanku mulai bertanya kepadaku, “Kenapa engkau tinggalkan agamamu dan
agama ibu, ayah serta kakek-kakekmu?.” Dia adakan baginya jalan keluar … Aku
berusaha untuk meyakinkannya, aku jelaskan kepadanya tentang dien ini, aku
terangkan tentang tauhid, lalu ia pun mulai merasa puas dan terkesan!! Gambaran
tentang Islam mulai jelas di hadapannya!! Tiba-tiba aku dikejutkan olehnya
ketika ia berkata, “Engkau di atas kebenaran … inilah agama yang benar, inilah
agama yang seharusnya aku anut juga!!” Kemudian ia berkata kepadaku, “Aku akan
membantumu.” Aku menjawab, “Jika engkau memang ingin membantuku maka bantulah
aku untuk menemui suamiku.” Adik perempuanku mulai melihat dari atas rumah,
lalu ia melihatmu sedang berjalan, ia segera berkata kepadaku, “Sesungguhnya
aku melihat seorang laki-laki yang begini dan begitu cirinya.” Aku berkata,
“Dialah suamiku, jika engkau melihatnya maka bukakanlah pintu untukku agar aku
bisa berbicara kepadanya.” Dan benar, ia pun membukakan pintu lalu aku keluar
dan berbicara kepadamu, akan tetapi aku tidak bisa keluar menghampirimu karena
aku dalam keadaan terikat dengan dua rantai belenggu yang kuncinya dipegang
oleh saudaraku, dan rantai yang ketiga diikatkan ke salah satu tiang rumah agar
aku tidak bisa keluar. Kuncinya dipegang oleh adik perempuanku ini dan akan
dibukanya bila aku hendak ke kamar mandi. Ketika aku berbicara kepadamu waktu
itu dan aku meminta kepadamu agar tetap tinggal sampai aku datang, keadaanku
masih terikat dengan rantai belenggu. Lalu aku mulai meyakinkan adik
perempuanku tentang Islam, maka ia pun masuk Islam dan ingin berkorban dengan
pengorbanan yang lebih besar dari pengorbananku. Ia pun memutuskan untuk
melepasku agar bisa keluar rumah, akan tetapi kunci-kunci rantai belenggu
dipegang oleh saudaraku dan ia sangat menjaganya. Pada hari tersebut, adik
perempuanku menyiapkan untuk saudara-saudaraku khamr yang kental dan berat.
Lalu mereka pun meminumnya sampai mabuk berat dan tidak sadar sama sekali.
Kemudian adikku mengambil kunci tersebut dari kantong saudaraku dan membuka
rantai-rantai belenggu itu dariku. Lalu aku datang menemuimu pada kegelapan
malam itu.
Aku bertanya kepada istriku, “Bagaimana
dengan adik perempuanmu? Apa yang akan terjadi dengannya?” Ia menjawab, “Tidak
masalah, aku sudah meminta kepadanya agar merahasiakan ke-Islamannya sampai
kita bisa memikirkan urusannya.” Kami pun bisa tidur malam itu, dan keesokan
harinya kami pulang ke negeri kami. Begitu kami sampai di negeri kami, langsung
aku masukkan istriku ke rumah sakit. Ia tinggal di situ beberapa hari menjalani
pengobatan karena bekas cambukan-cambukan dan penyiksaan. Dan sekarang ini kami
berdoa untuk adik perempuannya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala meneguhkan
hatinya di atas dien-Nya. (Kisah ini dikutip dari kaset yang berjudul Qishah
Mu’atstsirah, oleh Dr. Ibrahim Al Faris. Sumber: Majalah Qiblati).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar